
I am a Bookish, Ish Ish Ish!
Sejak saya memutuskan membeli lapak sendiri di wordpress, ada berbagai pertimbangan yang saya lakukan. Brainstorming dan juga diskusi sana sini. Banyak yang mencemooh dengan kalimat menjatuhkan, “Kita belum seterkenal orang-orang, Fa. Buat apa buang-buang duit dengan beli domain sendiri. Toh pada akhirnya cuma rugi. Orang beli domain karena mereka memang mampu dan sudah punya nama.”
Pyaaar!!!
Jadi saya belum punya nama dan nggak punya duit buat beli lapak sendiri? Sebegitu kere dan nggak mutunya saya di lingkungan orang dekat?
Begitulah orang melihat saya. Nyatanya saya memang kere sekali. Beli lapak ini juga modal nekat di akhir tahun 2017, dengan menjual tujuh buah tas kesayangan yang saya anggap jarang terpakai. Bukannya untung, saya malah buntung. Tokai yang mengambil tas saya untuk dijual lagi itu hanya menawarkan sejuta rupiah untuk keseluruhan tas yang saya taksir akan laku sekitar tiga juta lebih.
Tanpa berpikir panjang lagi, saya iyakan jumlah tidak masuk akal itu. Saya menyerah kalah. Sedih, tapi bagaimana pun saya sudah rugi. Dalam hati, saya niatkan saja jika blog ini akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat nantinya.
Selama lebih kurang setengah tahun setelah akun ini dalam genggaman pun, saya masih galau akan fokus kemana. Jurnalistik dan komunikasi atau fokus ke dokumentasi tulisan yang sudah dipublikasikan. Selama setengah tahun pula aroma gado-gado masih tercium di sana sini.
Ketika anak saya lahir dan saya terpenjara dengan setumpuk buku sebagai penghibur, saya tidak punya ide untuk menulis yang berkaitan dengan traveling. Beberapa catatan lama tentang resensi informatif tentang buku muncul di catatan. Terpikir juga di kepala, kenapa tidak fokus ke book blogger saja. Tambah satu poin lagi, book and travel blogger.
Ya. Mei 2018 saya resmi menjadi seorang bookstagrammer dan bookish dalam ranah book blogger.
Dimulai dengan tantangan di Goodreads untuk membaca 50 buku selama setahun ini, saya melewatinya dengan tertatih. Baca buku lama atau pinjaman dari pustaka. Ikut give away sana sini demi buku baru, dan semua hal yang berkaitan dengan perbukuan saya catat dan kembangkan agar masuk ke rubrik bookish. Intinya saya tidak mau blog saya hanya berisi review buku saja. Apalagi yang saya copy paste dari bookstagram saya.
Beberapa paket buku baru saya terima setiap bulan. Suami saya mendadak dikenal dengan mugee (tokai) buku. Setiap hari pertanyaan yang singgah di telinganya adalah tagihan paket buku. Baik dalam keadaan happy atau galau. Buku kembali menjadi sahabat saya, meskipun ada masa-masa tidak bersahabat. Saya malas baca buku dari genre tertentu.
Ada kalanya saya mendapat buku untuk direview bukan selera saya. Tidak asyik, bikin muntah, terlalu ehem ehem. Bukan selera saya. Tapi saya paksa baca demi lima kali postingan review di bookstagram. Ada kalanya juga buku yang saya baca memang selera saya, penuh semangat buku itu saya baca dan menulis reviewnya.
Ada pula teman reviewernya memang suka mengkritik, merasa review dia paling bagus. Sehingga perlu melakukan kritik terhadap apa yang ditulis oleh orang lain. Ada. Mereka ini sangat dahsyat, merasa benar dan paling jago.
Bulan Desember bisa saya katakan paling tidak produktif dalam meresensi buku. Jika tiap bulan saya memberi nama untuk setiap wrap up yang berhasil saya lakukan, bulan ini sama sekali tidak. Seven to July, Month of the Books, Nine to September, Ten to Ten, Novembooks, dan untuk Desember yang saya rencanakan dengan Decembooks hanya ada dalam catatan. Tidak ada Decembooks, karena saya hanya berhasil meresensi beberapa buku saja. Itu pun karena terpaksa diresensi pada jadwal yang sudah ditentukan.
Tahun 2018 adalah tahun buku. Bagi saya sebagai reviewer atau pun penulis. Ada banyak buku yang saya kontribusi pada tahun ini. Termasuk menyelesaikan novel bertemakan Aceh pada akhir tahun 2018. Sementara itu, buku yang terbit 2017 silam juga dibedah pada tahun 2018 ini.
Sebagai book blogger, saya merasa pencapaian sebagai blogger ini gol besar pada tahun ini. Sebelum tahun 2019 tiba, saya sudah mencanangkan diri untuk mengaktifkan blog ini dengan tema yang sama, book and travel blogger.
Semoga konsisten untuk diri saya.

10 Comments
Rahma balci
wow bookish…bisa mentargetkan 50 buku luar biasa, salam kenal:)
Ulfa Khairina
Salam kenal, mbak.
Dampak baik bergabung di komunitas.
Nike Dwiyanti
Aamiin 🙂 Semoga makin konsisten mbaaakkk~
saya juga lagi berusaha banget konsisten nulis walaupun kadang suka kepentok ide huhu
Ulfa Khairina
uhuhu…
Kita sama, mbak.
Bunda Dirga
Bunda salam kenal…baru kali ini saya berkunjung di-blog bunda. Kerena bun tulisanya semangatnya luar biasa untuk memiliki domain sediri. Semoga selalu istiqomah dengan buku buku dan jalan jalan-nya. Salam Kukuruyuk dari Semarang
Ulfa Khairina
Terima kasih, bunda.
Salam hangat dari Aceh.
Elrisa Thiwa Nadella
Lucu juga penamaan per bulannya Mba
Ulfa Khairina
Thanks, mbak.
Biar gampang diingat. Hehehe
Fira Yuliawati
Wah.. hebat banget kak, sudah bisa bikin blog sendiri, apalagi ini wordpress yah? Keren. Saya baru mau terjun ke dunia perbukuan nih kak. Baru suka baca sekarang2, dan sedang mengumpulkan bukunya untuk membuat perpustakaan sendiri. Dan di Instagram, saya juga mengikuti bookstagram2, tapi saya belum mengerti sepenuhnya karena masih baru, bookstagram itu apa? Tugasnya mereview buku2 saja? Atau bagaimana? ??
Ulfa Khairina
Banyak hal yang dilakukan bookstagrammer, kak. Salah satunya mereview buku. Tapi intinya seorang bookstagram menyebarkan semanat literasi untuk orang lain. Ayo, kak. Kita sama-sama berjuang untuk meningkatkan literasi Indonesia.